Kamis, 14 Februari 2013

Bersabarlah Wahai Calon Istriku



بسم الله الرحمن الرحيم


Entah mengapa aku ingin menuliskan ini. Dua hari ini demam tinggi, agak pilek dan batuk-batuk. Malas rasanya pergi ke kantor mengerjakan tugas yang akhirnya kukerjakan dikost sendirian (hanya bertemankan dengan sekotak tissu). Revisi naskah skripsipun tak kunjung selesai walau sebenarnya kurang sedikit lagi. Pikiranku terbang teralihkan ke agenda lusa yang membuatku tidak tenang.

Baiklah sedikit bercerita lusa rencananya berkunjung ke rumah calon mertua. Entah semua perasaan bercampur aduk menjadi satu. Dulu pun pernah demikian ketika berkunjung ke rumah salah satu gadis yang kukira akan menjadi istriku tapi ternyata bukan menjadi jodohku. Dia akan dinikahkan dengan seorang yang lebih terpandang dibandingkan aku yang ah.. penghasilanpun tak seberapa. 

Let's move on... :)
Tak perlu lagi aku mengingatnya biarlah ia mendapatkan kebahagiaannya bersama suaminya. Toh aku pun sekarang Insya Allah akan mendapat seseorang yang lebih baik agamanya. 

Tapi aku deg-degan nggak karuan ketika dia mengirimkan sebuah pesan pendek (sms:red) berisi sebuah pertanyaan penting. Apakah aku benar-benar telah yakin akan memilihnya menjadi pendamping hidupku?

Ya, kukira pertanyaan ini sangatlah wajar untuk seorang gadis yang ingin menikah dengan seorang suami yang diidam-idamkannya (entah kadang aku berpikir aku calon suami idaman tapi kadang juga sebaliknya). Ia kembali mempertanyakan kesiapanku untuk memperistri seorang gadis (dirinya)  yang usianya lebih tua dariku. Jarak antara aku dan dia 7 tahun memang jarak yang cukup jauh, sehingga sangatlah wajar jika ia kembali mempertanyakan niatku untuk meminangnya.

Memang ada hadits Nabi Muhammad SAW tentang anjuran untuk memilih istri yang lebih muda. Yakni ketika salah seorang sahabat bernama Jabir Bin Abdillah ra menikahi seorang janda.dan Rosulullah SAW bertanya kepadanya kenapa tidak memilih yang masih perawan lagi muda belia. Namun hadits ini meskipun sebagai anjuran akan tetapi menurut saya pribadi bukan hendak mencela hadits ini. 

Akan tetapi saya pernah membaca hadits yang serupa namun dengan sanad yang berbeda di akhir periwayatan hadits tersebut Jabir Ibnu Abdillah menyampaikan bahwasanya alasannya ia lebih memilih wanita yang lebih tua darinya agar dapat menjadi partner dirinya untuk mengurusi ke-9 saudara-saudaranya yang masih kecil karena ia merupakan tulang punggung keluarga setelah ditinggal kedua orang tuanya.

Barang kali itu yang menjadi pertimbanganku karena akupun memiliki 2 adik yang kini menjadi tanggunganku meskipun kedua orang tuaku masih ada tetapi aku tak tega bila membiarkan orang tuaku bekerja di akhir usia senjanya.

Tapi bukan berarti aku hendak menikah karena tertarik dengan harta. Meskipun ia seorang wanita yang mandiri dan punya kemampuan finansial yang mungkin melebihi keuanganku (aku tak pernah bertanya padanya jadi aku tak tahu seberapa besar penghasilannya). Aku lebih tertarik dengan akhlaknya yang mulia. Ia seorang perempuan yang Insya Allah bisa dididik menjadi wanita sholeha. Selain itu aku mengagumi senyum keikhlasan di wajahnya ketika pertama kali aku tatap wajahnya dulu.

Namun sekali lagi aku tegaskan bahwa aku memilihnya Insya Allah karena kualitas agamanya yang baik sebagaimana kritera anjuran Nabi SAW dalam memilih calon istri bahwasanya seorang wanita dinikahi karena 4 perkara : kecantikannya, hartanya, keturunannya, dan agamanya. Jika engkau ingin selamat maka pilihlah karena agamanya.

Duhai Rabbku, jikalau Engkau berkehendak agar ia menjadi jodohku maka mudahkanlah. Dan janganlah sekali-kali ia menjadi cobaan yang berat untukku. Begitu juga janganlah aku Engkau jadikan cobaan yang berat untuknya. Aku pasrahkan semuanya kepadaMu.

Bersabarlah wahai bidadariku, tunggulah hingga aku menggapaimu dalam ridho-Nya.

Rabu, 13 Februari 2013

Nasihat Seorang Ibu Untuk Anak Gadisnya yang Akan Menikah


           Suatu saat, Amru bin Hujr seorang raja dari Kandah melamar Ummu Ayyas binti Auf. Saat tiba malam pertama ibunda Ummu Ayyas, Ummamah binti Al Harits memanggil putrinya untuk berbicara empat mata. Saat itulah ia memberikan pesan-pesan kepada putrinya tentang pilar-pilar kehidupan rumah tangga yang bahagia. Pesan itu berkaitan dengan kewajiban seorang perempuan terhadap suaminya. Sang ibu bertutur, "Ananda, kalau pesan ini bisa dicampakkan begitu saja karena sudah ada keutamaan budi pekerti dan kemuliaan keturunan tentu sudah aku campakkan dan sudah kubuang jauh-jauh dari hadapanmu. Akan tetapi pesan ini tetap berguna untuk mengingatkan orang yang lalai sebagai pelajaran bagi orang berakal".

        Ananda! Sesunggguhnya engkau akan meningggalkan lingkungan dimana engkau telah dibesarkan oleh kedua orang tuamu. Engkau akan bertemu pendamping yang belum tentu engkau akan merasa nyaman dengannya. Cobalah selalu memperhatikan dan memantau apa saja yang menjadi milik suamimu. Jadilah layaknya hamba perempuan di sisinya. Cermati sepuluh sikap yang akan menjadi harta karun berharga bagimu kelak.

Pertama, tunduklah kepadanya dengan segala kepuasan

Kedua, selalu mendengar dan menaati ucapannya.

Ketiga, selalu menyelidiki kemana matanya memandang, jangan sampai ia memandang yang jelek.

Keempat, selalu menyelidiki kemana hidungnya mencium aroma, jangan sampai ia mencium bau yang tidak sedap.

Kelima, memperhatikan waktu tidurnya, karena kurang tidur bisa membangkitkan amarah.

Keenam, memperhatikan waktu makannya, karena perut yang lapar bisa mengobarkan kemurkaan.

Ketujuh, mengatur keuangan suami.

Kedelapan, memelihara anak-anaknya odan budak belian yang menjadi milik pribadinya. Kunci mengatur keuangan adalah manajemen yang baik. Kunci memelihara anak adalah pendidikan yang bagus.

Kesembilan, jangan melanggar perintahnya.

Kesepuluh, jangan sebarkan rahasianya. 

        Kalau kita melanggar perintahnya pasti akan menyakiti jiwanya, Kalau engkau menyebarkan rahasianya, maka engkau tidak akan selamat dari kejahatannya. Janganlah sekali-kali bergembira di hadapannya di saat ia sedang bermuram durja. Jangan pula kelihatan bersedih di hadapannya saat ia bersuka ria.

      Sungguh sebuah pesann yang mengagumkan dari seorang ibu yang memiliki segudang pengalaman. Seorang ibu yang penuh pengertian yang menyadari betapa besar kedudukan suami di hadapan istrinya dan betapa hebat kedudukan istri yang taat kepada suaminya. Semoga menjadi bahan renungan untuk saudari-saudari kita yang hendak menuju ke mahligai rumah tangga agar tercipta kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.


Sumber rujukan: 
-  Abu Umar Basyir. 2005. Gelas-Gelas Kaca : Panduan Praktis Agar Rumah Tangga     
   Tetap Harmonis

Sabtu, 09 Februari 2013

Perumpamaan Mangkuk Yang Cantiik, Madu Yang Manis dan Sehelai Rambut


Rasulullah SAW dengan sahabat-sahabatnya Abu Bakar Ash Shiddiq r.a., Umar bin Khattab r.a., Utsman bin Affan r.a., dan ‘Ali bin Abi Thalib r.a. bertamu ke rumah Ali r.a. Di rumah Ali r.a. istrinya Fathimah Az Zahra r.ha. putri kesayangan Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut ikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu yang manis, dan sehelai rambut).
Abu Bakar Ash Shiddiq r.a berkata, “iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Umar bin Khattab r.a berkata, “kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Utsman bin Affan r.a. berkata, “ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber’amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Fathimah Az Zahra r.ha. berkata, “seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Rasulullah SAW berkata, “seorang yang mendapat taufiq untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, beramal dengan amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Malaikat Jibril AS berkata, “menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Allah SWT berfirman, ” Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

JIKA CINTA ADALAH KESETIAN TANPA BATAS


Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana besar di negeri ini.

Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau sebagai eksekutif. Karena ada sisi kesehariannya sangat luar biasa!!!

Usianya sudah terbilang tidak muda lagi, 60 tahun sudah beliau melewati waktu. Namun semangat dan cintanya tidak luntur terus merawat istrinya yang sedang sakit. Dulu pak Suyatno di undang oleh METRO TV untuk mengisi acara realty show disana. Singkat ceritanya seperti ini :

32 tahun lalu beliau menikah dan dikaruniai 4 orang anak.

Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. Tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno selalu sendirian memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum. Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.

Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya– karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing– Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu ‘agar semua anaknya dapat berhasil’.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata:

“Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak… bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu.” Sambil air mata si sulung berlinang.

“Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”. Si Sulung melanjutkan permohonannya.

”Anak-anakku. Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian *sejenak kerongkongannya tersekat. kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit.” Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno, dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa….disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.

Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu..Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit.” Sambil menangis

”Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH”.

Sumber: fastabiq.com

Jumat, 08 Februari 2013

Abah Umi Akhirnya Aku Lulus



Alhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan limpahan rahmatNya pada siang hari tadi Jumat 8 Februari 2013 saya bisa bernafas sedikit lebih lega setelah lulus dari sidang pendadaran skripsi saya yang pertama meski harus menyelesaikan beberapa revisi pada naskahnya. (hehehe emang mau berapa kali pendadaran ??)

Abah Umi merekalah yang selalu ada yang menjadi motivasi untuk merubah hidup yang lebih baik dari anak seorang penjaga SD atau bisa dibilang tukang kebunnya SD dengan izin dari Allah SWT sekarang ini saya telah membuktikan kepada kakak-kakak saya bahwa saya pun Insya Allah mampu mewujudkan cita-cita keluarga untuk menuju kehidupan yang lebih baik.

Kepada Dosen pembimbing saya yang baik hati Ibu Sri Redjeki mohon maaf agak mengecewakan tapi Insya Allah itu menjadi pelajaran yang sangat berarti bagi saya.

Kepada seseorang yang Insya Allah saya cintai karena Allah. Sungguh hati ini tak mampu berdusta bila memang engkau jodohku tunggulah di saat yang tepat. Saat dimana sebuah cincin akan melingkar di jari manismu. Saat dimana engkau telah halal bagiku. Namun saat ini belumlah pantas bagiku untuk meminangmu sebelum aku bisa menjadi calon imam yang sholeh untukmu.

Impianku, 20 sketsa rencana hidup. Mungkin ada yang tercapai dan ada pula yang gagal. Yang tercapai wajib disyukuri dan yang gagal semoga menjadi bahan pelajaran untuk masa berikutnya.