Jumat, 31 Mei 2013

Masih Pantaskah Kita Mengeluh?


“Huh, lagi-lagi begini. Kapan sih aku hidup bahagia?”
Mungkin tak sedikit dari kita yang suka mengeluhkan cobaan yang datang dari Allah. Tidak mau bersabar dengan bentuk ujian dari Allah bahkan sampai menyalahkan takdir Allah serta tidak mengakui nikmat yang Allah berikan. Orang-orang yang tidak mau mengakui bahwa sebenarnya ia pernah merasakan kebahagiaan namun mengingkarinya seperti kalimat pembuka di atas.
Untuk belajar bagaimana makna kesabaran ada baiknya kita menyimak kisah dari sahabat mulia Ammar bin Yasir radhiyallahuanhuma. Siapa tak mengenal Ammar bin Yasir? Beliau adalah salah satu imam besar dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yang termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun, yakni orang-orang yang pertama kali masuk islam.
Ayahnya bernama Yasir bin Amir  dan Ibunya bernama Sumayyah binti Kubbath. Ayah dan Ibunya adalah orang pertama dan kedua yang menjemput kesyahidan ketika mempertahankan keimanan mereka karena siksaan kafir Quraisy. Kesabaran dan ketabahan yang luar biasa dari mereka mungkin tidak bisa dibayangkan oleh orang-orang di zaman para sahabat apalagi umat Islam pada zaman sekarang ini.
Semenjak keislamannya diketahui oleh orang-orang kafir Quraisy, keluarga Amar bin Yasir tak luput dari penganiayaan dan penyiksaan. Mereka diseret keluar menuju tanah lapang oleh kaum musyrikin yang dipimpin oleh Abu Jahal di siang hari yang panas dan menyengat. Mereka disiksa dicambuk hingga punggung mereka berdarah-darah. Lebih dari itu mereka disiksa dengan besi panas ditempelkan ke dadanya. Hingga sang ayah, Yasir bin Amir menjemput kesyahidan dalam siksaan tersebut. Sedangkan ibunya Sumayyah binti Kubbath ditusuk  oleh Abu Jahal pada kemaluannya dengan tombak hingga meninggal dunia.
Setelah itu kaum musyrikin tak henti-hentinya menyiksa Ammar dengan menjemurnya, meletakan batu besar panas di atas dadanya hingga penderitaan yang amat sangat dan hilang kesadaran akalnya. Kala itu mereka berkata kepadanya, “Kami akan terus menyiksamu  hingga engkau mencaci Muhammad atau mengatakan sesuatu yang baik terhadap Lata dan Uzza”. Maka, dia pun dengan terpaksa menyetujui hal tersebut. Setelah kejadian itu, dia mendatangi Rasulullah SAW sambil menangis dan meminta maaf atas hal tersebut kepada beliau. Ketika itu turunlah ayat;
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapatkan kemurkaan dari Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir pada hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)..” (QS. An-Nahl : 106)
Diriwayatkan dari Utsman, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Bersabarlah seperti kesabaran keluarga Yasir, karena yang dijanjikan kepada kalian adalah surga.”
Apakah kita pantas mengeluh kepada Allah atas musibah yang menimpa kita, yang jauh lebih ringan dibandingkan penderitaan dan siksaan yang pernah dialami oleh keluarga Ammar bin Yasir? Bahkan sebagian dari saudara kita yang  mengaku kaum muslimin justru ketika mengalami kesusahan mereka mendatangi dukun-dukun, meminta jimat-jimat yang sama sekali tidak akan mendatangkan manfaat bagi mereka.
Ketika kita menerima sebuah ujian dan cobaan hidup hendaklah kita mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan senantiasa bersabar menjalaninya. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan ujian dan cobaan yg melebihi kekuatan hambaNya.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al Insyiroh ayat 6-7)
Apabila kita sedang dilanda kesulitan dan kegelisahan maka kita dianjurkan memperbanyak doa seperti yang diajarkan oleh Rosulullah SAW berdasarkan hadits berikut
Rasulullah SAW memperbanyak do’a: “Ya Alloh, aku berlindung kepadaMu dari kegelisahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalas-an, dari sifat pengecut dan bakhil serta dari tidak mampu membayar hutang dan dari penguasaan orang lain.” (HR. Al-Bukhari).


Referensi:
Al Quranul karim
Kisah Perjalanan Hidup Rosul yang agung Muhammad SAW, dari kelahiran hingga detik-detik terakhir  karya Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri
http://cara-global.blogspot.com/2011/02/ammar-bin-yasir.html
http://cahayamuslimah.com/blog/doa-untuk-kegelisahan-dan-dililit-hutang

Rabu, 22 Mei 2013

Catatan Kecil : Kebaikan itu Relatif Kebenaranlah yang Hakiki

Sebuah Catatan Kecil : Kebaikan itu Relatif Kebenaranlah yang Hakiki

by Alier Bintang Kecil (Notes) on Wednesday, May 22, 2013 at 10:23pm


Kebaikan itu relatif sedangkan kebenaran itu hakiki. Jika kau merasa sesuatu baik untukmu belum tentu itu juga baik untuk orang lain. Maka adalah hal yg keliru jika kita memaksakan apa yg menurut kita baik agar dilakukan pula oleh orang lain.

Namun adalah hal yang salah jika orang mengatakan kebenaran itu relatif. Sebab Yang Maha Benar telah menunjukan bahwa yg benar adalah benar dan yg batil adalah batil kepada para RosulNya untuk diserukan kepada umat manusia.

Seandainya kebenaran itu relatif menurut pandangan masing-masing orang maka seorang pencuri akan mengatakan bahwa mencuri itu tindakan yg benar. Seorang pelacur akan berkata melacur itu juga benar, seorang pemabuk juga berkata mabuk-mabukan itu benar. Karena tidak adanya standar tentang apa itu kebenaran.

Karena antara yang BENAR dengan yg SALAH itu SANGAT JELAS PERBEDAANNYA. Secara fitrah menusia dapat membedakan antara salah dan benar. Meskipun orang jahat sekalipun pasti bisa mengakuinya kecuali orang-orang yg telah ditutup hatinya oleh Allah SWT.
Sementara BAIK dan BURUK kadang kita TIDAK DAPAT MENGUKURNYA. Sebagai contoh kita tahu susu itu sangat baik untuk nutrisi tubuh, namun akan berbeda jika kita tanyakan kepada orang yg alergi susu. Dan berbagai contoh apa yg menurut kita baik belum tentu baik untuk orang lain.

KESIMPULAN:
- Hindarilah men-judge / menghakimi seseorang itu baik atau buruk, namun kita tunjukan kepadanya mana yg benar dan mana yg salah.

- Seorang guru yg bijaksana tidak akan mencap muridnya sbg murid yg buruk akan tetapi ia akan mengarahkan padanya mana jalan yg benar.

Wallahu A'lam

Minggu, 19 Mei 2013

Hingga Malaikat Penjaga Arsy Pun Lupa Bacaan Tasbih dan Tahmidnya


Suatu hari Rasulullah Muhammad SAW sedang tawaf di Kakbah, baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”

Orang itu berhenti di satu sudut Kakbah dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badui itu.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.
Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badui itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, lalu berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Allah, jika Allah akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNya.”
Orang Arab badui berkata lagi, “Jika Allah akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu.

[sumber: http://kisahislami.com]

Saudaraku betapapun kita menganggap kecil suatu amalan apabila amalan tersebut dilakukan dengan sebaik-baik iman dan setulus hati serta penuh keikhlasan mengharap keridhoan Allah semata. Maka niscaya Allah akan mengganjarnya dengan pahala yang sangat besar untuknya.