Kamis, 12 Juni 2014

Dia Berhak Mengenal Tuhannya

(image from : http://darussalam-online.com)

(bagian 1)

Di pagi yang cerah di kala burung asyik bermain di atas ranting-ranting pohon kecil. Beterbangan kesana kemari riang gembira bak cerita dalam lagu anak-anak zaman dahulu kala. Mungkin duduk-duduk di bangku serambi depan adalah salah satu kebiasaan keluarga ini. Sang ayah membaca koran dan sang ibu membuatkan minuman teh hangat beserta cemilan pisang goreng hangatnya. Hemmm nikmaaatt... Lalu sang anak?. Jangan ditanya lagi sang anak sedang hobi sekali mengerjai Abi-nya merengek manja minta disuapi secomot pisang goreng yang aduhai nikmatnya itu. Nakal memang kanak-kanak usia empat tahun itu. Tapi jangan salah Abi-nya juga tidak kalah 'nakal' padanya. Alih-alih menyuapkan pisang goreng buatan Ummi yang terkenal kelezatannya itu, eh malah diembatnya sendiri pisang goreng itu oleh si Abi. 
"Ih, Abi... itu kan punya Alif Bii.", wajahnya cemberut sebal dengan mimik yang lucu menggemaskan.
"Kata siapa?, itu jatah Alif masih di piring masih ada", timpal sang ayah tidak mau mengalah.
"Tapi kan, Alif mau disuapin sama Abi!", teriaknya dengan mimik wajah yang membingungkan antara mendengus sebal atau mau mencari simpati.
"Ya sudah, Abi suapin tapi jawab pertanyaan Abi ya", kata Abi tegas (kalau saya boleh berkomentar raut wajahnya mirip dengan pemandu acara kuis di stasiun teve itu yang seolah-olah mengisyaratkan Anda Benar Saya Bayar,Hahaha).
"Oke, Abi apa pertanyaannya?", si anak bersemangat (karena iming-iming pisang goreng tentunya).
"Siapakah Tuhan kita?", tanya Abi serius tapi santai.
"Alif nggak tahu Bi", si anak mengernyitkan keningnya seraya garuk-garuk kepalanya yang cuma ditumbuhi rambut tipis itu (Abi-nya rajin memotong rambutnya tiap dua bulan).
"Kok, nggak tahu. Orang Islam harus tahu siapa Tuhannya", jawab Abi ringkas.
"Tapi Alif memang belum dikasih tahu Bi, lagian dia kan masih balita belum baligh", kali ini Umi ikut nimbrung belain anaknya.
"Umi, meskipun dia belum baligh tapi apakah ada jaminan bahwa kita sebagai orang tuanya diberikan kesempatan hidup hingga ia usia baligh?", jawab Abi bak seorang ustadz kondang hendak memberi sentuhan rohani.
"Dia adalah amanah yang harus kita jaga. Bukankah Allah Azza Wajala telah mengambil kesaksian seraya berfirman kepada setiap anak cucu Adam sebelum ia dilahirkan. 'Bukankah AKU ini TUHANMU?', lalu mereka menjawab 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi'. Maka semenjak saat itu tidak ada satupun alasan bagi manusia untuk tidak mengenal Tuhannya. Manusia dilahirkan sudah memiliki fitrah mengenal adanya Tuhan yang berkuasa atas dirinya dan alam di sekitarnya. Hanya saja ketika ia lahir ke dunia ia seakan lupa bagaimana menyembah Tuhannya. Tugas orang tuanyalah yang mengajarkannya. Setiap manusia berhak mengenal Tuhannya, begitu juga anak kita", sambung Abi dengan suara yang mantap.
Demi melihat semburat kebingungan di mata anaknya yang seakan-akan bertanya "Abi,Umi kalian ngeributin apa sich?" maka perlahan-lahan Abi mulai menerangkan kepada Alif sang buah hatinya tentang siapa itu Allah, mengapa kita harus menyembah-Nya, apa yang Allah janjikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan apa yang Allah berikan kepada orang-orang yang durhaka kepadaNya.
Si Alif kecil pun hanya manggut-manggut tanda mengerti atau bahkan sebaliknya bingung dengan pengetahuan-pengetahuan yang baru didapatnya. Masih banyak pertanyaan yang seolah seperti serangan balik dari pertanyaan ayahnya.
"Lantas dimana Alif bisa melihat Allah Bi?", tanya alif polos.
Tuh kan belum apa-apa sudah menanyakan pertanyaan yang mungkin sulit dijawab oleh para orang tua yang tidak mendalami agama. Awalnya dijawab Allah di langit. Lalu ditanya di langit yang mana dijawab langit ketujuh paling atas sekali. Di Bintang ya?, bukan tapi Allah-lah yang menciptakan bintang. Lalu dimana?. Dan karena saking frustasinya dan kedangkalan ilmunya kemudian dijawab Allah ada dimana-mana nak, di langit di bumi di hatimu. Dan hancurlah sudah akidah anak sedari kecil.
Namun sang ayah punya jawaban yang hebat untuk pertanyaan kritis anaknya yang masih polos itu.
"Allah ada di Arsy, singgasana Allah berada di langit ketujuh. Tapi Allah bisa tahu segala sesuatu yang terjadi di bumi ini baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Karena Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar. Allah lebih dekat dari urat nadi kita bahkan sangat dekat dengan leher kita. Allah Maha Besar tidak ada sesuatupun yang menandingi kuasa-Nya. Ia jauh namun dekat bagi hamba-Nya yang ingin mendekat namun Ia seakan tak terlihat bagi orang yang menjauh dari-Nya padahal kasih sayang Allah selalu Ia curahkan kepada seluruh alam semesta ini dan segala isinya. Ibarat kau melihat rembulan di malam hari maka seolah kau menganggap bulan akan selalu mengikuti kemana langkahmu namun sejatinya ia tetap di atas sana. Begitulah ilmu Allah melingkupi semua isi langit dan bumi. Namun jangan khawatir nak, suatu saat kamu insya Allah akan bisa melihat wajah-Nya.", jelas Abi.
"Kapan itu Bi?", Alif menyela tanda rasa penasarannya memuncak.
"Ketika kita sudah berada di surga. Allah menjanjikan kepada hambaNya yang beriman untuk bisa melihat wajahNya di surga. Dan itulah kenikmatan yang tidak pernah bisa dibayangkan sebelumnya. Bahkan mengalahkan kenikmatan hidup dan tinggal di surga Allah yang indah itu",jawab Abi.
 "Alif ingin ke surga Bi!, Alif ingin melihat Allah!",ucap Alif riang.
"Iya, nak kita sama-sama berdoa agar kita diselamatkan oleh Allah dari adzab neraka dan dimasukan ke surgaNya kelak", balas Abi.
"Aamiin...", ucap Alif, Abi dan Umi (yang dari tadi sedikit dikasih kesempatan ngomong) kompak.

ALLAHHU AKBAR, ALLAHU AKBAR!... Tak disangka adzan sholat dzuhur pun berkumandang (padahal di jam si penulis baru menunjukan pukul 9.56 pagi) tanda keluarga ini harus memenuhi panggilan kepada Rabbnya. Dengan balutan keimanan dan akhlak mulia menjejakan langkah kaki ke masjid (yang entah kenapa membuat iri sang penulis) bermunajat bersama-sama kepada Sang Khaliq.

***
Sebuah cerita sangat pendek ini saya tujukan kepada saudara-saudaraku sekalian khususnya bagi yang sudah mendapatkan buah hati, bagi yang sedang menantikan putra-putri, bagi yang hendak melangsungkan ikatan suci, pun juga bagi yang masih menantikan Teman Hidup yang dirahasiakan Illahi.

Semoga Bermanfaat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar